05 Desember, 2007

Sepak bola, bisnis dan bintang

Sepakbola, Bisnis, Bintang

Sepakbola yang pada awalnya Cuma berupa main-main sebagai pengisi waktu luang, dalam konteks dunia moderen sekarang, sudah menjadi bisnis raksasa. Di zaman globalisasi sejatinya cuma istilah lain dari kapitalisme globalisasi kapitalistik, yang segala-gala diukur dengan dolar alias duit – saat ini, maka sepakbola pun “dimakan”. Ia juga dijadikan sarana dan bahkan pada banyak kasus, bukan sekedar sarana melainkan jadi bisnia yang sesungguhnya.

Kapan sepakbola menjadi bisnis raksasa? Di Swiss, konon dimulai pada 1952. penelitian komperhensif tentangnya mencataat, tidak kurang dari 2.5 persen pendapatan bruto nasional Swis, diperoleh dari sektor olahraga. Investasi dalam sektor ini menelan sekitar 1.5 persen pendapata bruto nasional.

Sejauh bisnis bola ini lebih khusus menyangkut manajemen, Inggris tercatat sebagai pencetak kelahiran klub-klub bola profesional yang pertama. Pengupayaannya benar-benar dilakukan secara teliti, komperhensif, legal dan yang terpenting, secara struktural benar-benar taransparan.

Dalam konteks itu, maka klub-klub profesional menjadi badan-badan pencari keuntungan, khususnya lewat lembaga-lembaga penjual jasa, yang menjual shows atau pertunjukan sepakbola itu sebagai barang dagangan, yang dijual ke publik penonton. Klub-klub ini pada lalu manjadi PT-PT raksasa atau konglongmerat. Omset PT-PT macam ini, tiap tahun, bernilai bukan cuma jutaan dolar AS, tapi ada miliaran, tergantung kesuksesan klub.

Kesuksesan klub profesinal sepakbola tergantung dari banyak faktor, yamng harus saling mengisi secara terpadu. Sebuah klub balumtantu sukses, hanya karena mempunyai bintang andalan paling populer dan atau pelatih yang hebat, tanpa ditunjangseluruh faktor dalam bidang pemasaran, termasuk misalnya promosi dan berbagai perangkat teknis yang lain.

Ketersediaan modal, dalam bentuk penyediaan stadion, baik bagi pelatihan dan pertandingan. Dan pengurusan stadion itu sendiri, memerlukan manajemen dan organisasi tersendiri, yang melibatkan sekian banyak sapu, penjaga loket, petugas administrasi, dan tentu saja para manajer.

Tapi yang selalu mutlak syarat sebuah klub bayaran, keuntungan dalam pasar bola adalah kesuksesan kesuksesan olahraga, yang bukan Cuma berarti sport, tapi juga sportif dari seluruh anggauta tim. Jadi, kejujuran yang dijual, sejatinya adalah SDM alias sumber daya manusia yang tepat dalam urusan sepakbola. Ini berarti bersangkut paut dengan kapasitas, prestasi dan track-record dan bukan Cuma atlet, melainkan para pelatih dan para manajer dari klub yang bersangkutan. Makin hebat track-record dari tiap anggauta tim klub terkait, maka akan makin hebat pula potensialitas jualnya.

Bagi pemain bola, menjadi pemain sukses mempunyai jalan hidup sendiri-sendiri, tapi jika seluruh sejarah sukses para kampiun bola itu diperas, maka pada umumnya akan bisa ditelusuri proses universal yang dialami tiap pemain. Pada umumnya mereka mengawali karier dari sebuah kesebelasan amatir, tempat sang pemain itu ditemukan ileh seorang pemburu bakat.

Sang pemburu bakat ini mendapat semacam tugas dari suatu badan sepakbola, umumnya sudah dalam lingkup cukup tinggi, minimal divisi atau sirkuit tertentu yamg sudah berkualitas tinggi, misalnya sudah malang-melintang dalam persepakbolaan nasional, untuk mencari bibit-bibit unggul, di klub-klub sepakbola, katakanlah daerah, atau masih amatir. Jika sang bibit unggul ditemukan, dibuat kontrak. Lalu mulailah sang pemain tersebut melewati hari-hari sebagai calon bintang, menjadi pemain bayaran, dengan sistem kontrak. Sejarah bola mencatat, pada umumnya perjalanan karier semacam itu berlangsung tidak lebih lama dari 8 tahun. Dengan kata lain, umur menjadi bintang pujaan tak lebih lama dari tenggang waktui itu.

Selama kontrak itu, sang pemain seolah-olah telah menjual dan atau menggadaikan kemampuannya pada klub pengontrak. Dan karena itu, ia menjadi sejenis karyawan. Tapi, karyawan khusus dengan hak-hak dan kewajibanm khusus. Dalam kasus-kasus tertentu, karena popularitasnya, sang pemain ynag sejatinya karyawan itu masih bisa bernegoisasi dengan sang pemberi kerja, tentu saja dengan dukungan organisasi pemain bola profesional tempat ia bergabung.

Tapi hal tersebut, tentu saja sesudah melalui sebuah proses kerja berat. Di masa-masa awal, sang bibit unggul iberat investasi. Dia dilatih, diasah, dibegini dan dibegitukan, agar menjadi pemain hebat. Maka ia perlu manajer, yang mewnjadi penanggungjawab kapital alias modal organisasi. Artinya, ia berupaya agar nilai klub kesebelasan itu makin tinggi di pasar modal. Terjadinya kemerosotan mutu kesebelasan akan membuat penghasilan kesebelasan bisa merosot juga pada pihak ketiga.

Dalam pada itu, sang bibit unggul itu mula-mula akan berada pada di tempat cadangan tiap kali kesebelasan terkait bertanding. Ia harus banyak menyesuakan diri dengan para bintang lapangan dalam klub terkait. Dan ini acapkali tidak mudah. Ujian mental dalam konkurensi akan berat sekali.

Kemidian, pada suatu hari ia akan mendapat kesempatan menggantikan, paling umum adalah salah seorang pemain yang mengalami cidera, dan bermain yang pertama dalm kesebelasan tersebut. Jika dia berhasil memanfaatkan momentum ini dengan tampil meyakinkan, maka liputan media masa akn mengelu-elukannya. Dia mulai diperhitungkan dalm klub. Dan dalam tempo dekat, tenaga kerjanya dalam lingkup pasar bola, mulai laku. Nilai SDMnya secara pribadi beranjak meningkat. Dan jika prestasinya istimewa, ia mungkin akan diangkat jadi tenaga permanen dalam klub secara kelompoik pula.

Dalam situasi macam itu, ia akan mulai menanjak jadi pemain terkemuka, tingkat nasional atau global, yang menjadikan dirinya tergolong lingkaran kecil eklusif para elite bola. Di sini fungsinya makin berlipat ganda. Sebagai figur publik dan termasuk kaum selebriti, ia tidak hanya diharapkan tampil meyakinkan dalam prestasi sepakbola, tapi juga dalam banyak hal lain, yang tujuannya meningkatkan nilai jual klub tempat ia bergabung. Ia mulai muncul jadi bintang iklan, komentator sepakbola, dan opini serta celetukannya tentang bola sudah dinanti pers-media. Dan semuanya itu, ada imbalan finansialnya.

Dalam konteks SDM dan tenaga kerja, atau tergantung waktu kerja, sejatinya pekerjaan sebagai pemain sepakbola profesional itu relatif mahal. Jam kerja maksimal 25 jam, meliputi pertandingan dan latihan-latihan. Sedang pekerjaan yang ”biasa”, pada umumnya berkisar antara 36 sampai 40 jam. Dalam hitungan tahun kerja, pada umumnya dan dalam keadaan biasa, umumny hanya berkisar 9 bulan. Tiga bulan sisanya, secara formal sejatinya adalah waktu luang.

Dan dengna waktu kerja semacam itu, penghasilan para pemain bola umumnya amat mencukupi. Dalam hitungan dollar, take home pay para pemain ini, setelah dipong pajak, jauh melebihi para pekerja profesional lain semisal guru, wartawan, apoteker, dokter, dan atau profesor di universitas.

Tapi, segala sesuatu itu ada harganya. Sekalipun di atas kertas, kelihatannya serba enak, tiap pemain profesional apalagi yang sudah punya nama, acapkali tidak mudah. Bahkan pada waktu-waktu luang secara formal menjadi milik dan haknya, ia tidak bisa menggunakan sesuka hati. Sebab, ia harus selalu siap di tiap waktu dan kesempatan bagi klub di tempat ia bekerja dan atau bergabung. Dan itu semua umumnya tertulis pada kontrak.

Artinya, cukup banyak waktu tersita, agar betul-betul optimal dan produktif untuk klub dan atau kelompok. Misalnya, ada klub yang menjadwalkan acara main golf bagi para bintangnya, pesta dan manifestasio tertentu, para bintang harus selalu tampil meyakinkan, semisal tidak boleh merokok danatau minum alkohol, dan banyak hal lain lagi. Dan terpenting, pada umumnya, dalam kontrak itu akan dirumuskan sedemikian rupa, sehingga para bintang lapangan itu, akan sulit sekali memanfaatkan nama besarnya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia akan menjumpai banyak kendala. Jadi, sejatinya, ditengah kegemerlapan seorang bintang lapangan, nasibnya sejatinya berada di tangan para manajer tempat ia bergabung.

Bagi para bintang yang merasa tersiksa, atau kepercayaan diri dan atau egonya begitu besar, boleh-boleh saja mereka bereaksi, protes atau memberontak. Lewat pemberontakan itu, mungkin nilai kebintangannya akan membengkak. Tapi hanya sesaat. Setelah itu, namanya akan menguap. Klub tempatnya bergabung terus berkibar, dan bintang-bintang baru akan telah mereka persiapkan sebelumnya.

Bagi awam, mungkin sering tidak jelas, dari mana penghasilan para permain, apalagi yang sudah terkenal, bisa jadi demikian menggiurkan? Salah satu penghasilan ini, tentu saja berasal dari tiket penjualan pertandingan. Di masa silam, manakala sepakbola belum sepopuler sekarang, tentu saja tidakbegitu bannyak. Tapi dewasa ini, harga tiket sepakbola, apalagi untuk pertandingan-pertandingan berwibawa semisal Euro dan Piala Dunia, nilainya cukup menggiurkan dan laris bagai pisang goreng. Padahal, harganya samasekali tidak murah! Bisa lima sampai sepuluh kalilipat harga buku-buku serius setebal 500 halaman. Padahal, untuk buku-buku serius, oplah 3000 eksemplar sudah sulit dijual habis. Sementara tiket sepakbola, bisa antara 30 sampai 50 ribu tiket terjual habis semalam.

Di samping itu, penghasilan yang cukup tinggi dari tiap klub, bukan saja berasal dari hal penjualan tiket, tapi juga dari transfer dan atau penukaran nilai pemain – jadi kurang lebih menjual semacam transfer daalm pasar bursa. Hal ini bisa terjadi, misalnya ada seorang pemain, yang sudah punya nama yang bisa dijual di bursa sepakbola, sudah tidak mau lagi memanfaatkan klub tempatnyabergabung. Dengan demikian, ia menjadi orang bebas, dan dia menjadi semacam barang yang bebas dan bisa dibeli dan atau dikontrak oleh klub-klub lain. Klub-klub peminat ini, tentu saja memberi imbalan tertentu pada klub yang sebelumnya.